RSS
Facebook
Twitter

Kenapa Saya Naik Gunung?


Kenapa harus naik gunung? lalu dimana letak kepuasannya? Kenapa saya harus rela membawa tas besar mungkin seukuran karung beras dan harus berjalan vertikal berkilo-kilo meter menuju puncak? kenapa saya rela menghabiskan malam berselimut embun di dalam tenda atau bersusah payah merangkak terjal bebatuan dan mengambil resiko tersesat di gelapnya hutan rimba?Di gunung kita akan meninggalkan semua yang membuat kita nyaman, fisik, mental semua terkuras lebih dari biasanya, padahal dengan tidur nyaman di rumah atau berpergian yang lebih aman pun bisa saja saya lakukan.


Sudut pandanglah yang membuat jurang perbedaan antara pemikiran saya dan mereka-mereka yang menganggap plesiran saya ini hanya buang-buang waktu dan energi saja bahkan membahayakan nyawa, banyak hal yang membuat saya merasakan makna dari naik gunung, saya merasa menemukan  keindahan, kedamaian, dan ketenangan. Baik suasana yang dirasakan secara fisik maupun suasana hati yang ikut merasakan

Saya tekankan bahwa di gunung kita akan mengerti tentang arti hidup sesungguhnya karena dalam hidup ada yang lebih berharga selain uang dan karir, disini kita akan hilangkan kesetaraan tidak peduli siapa kita diluar sana, entah itu jabatan, golongan, ras maupun agama.Di sini kita menjadi sama, berdiri di atas bumi yang sama dan berlutut di bawah langit yang sama sebagai makhluk Tuhan yang kecil.

Di gunung kita belajar tentang kebersamaan, lebih dapat memahami dan semakin sadar bahwa kita memang diciptakan sebagai makhluk sosial.Segala sifat individualisme yang menjadi pemicu kurangnya toleransi dan kepekaan terhadap sesama itu akan hilang,  saat diri kita membutuhkan uluran tangan ketika tersandung dari bebatuan atau kelaparan kehabisan pangan bahkan sampai tersesat dan membutuhkan manusia lainnya untuk memberi tahu jalan.Di situlah kita semakin sadar bahwa kita sangat membutuhkan orang lain dalam hidup, karena kita makhluk sosial.

Kita pun belajar bahwa diperlukan sebuah perjuangan dan proses untuk mendapatkan sesuatu yang berharga, disini salah satunya mencapai puncak lah yang membuat saya sangat klimaks, melihat hamparan atau bukit yang berbaris diantara hijau-hijau pohon yang rindang setelah melewati proses yang sulit untuk mencapainya dan tentunya tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, karena bukan kualitas lidah atau perspektif dari sudut memandang kita menilainya, tapi dari bentuk syukur atas kebesaran Sang Pencipta, yah disini mengajarkan saya bahwa untuk mencapai  kesuksesan dan kebahagiaan memang tidak ada jalan yang instan, sama halnya dengan hidup kita harus melalui proses yang panjang dan butuh perjuangan untuk mencapai apa yang kita inginkan..

Setelah pulang dari gunung saya pun menjadi sedikit lebih religius, karena disana, dipuncak gunung. Ya, cuma disana saya bisa merenung. Menangisi diri yang ternyata kita tidak ada apa-apanya dengan kemegahan alam ciptaanNya. Menangisi ego, keserakahan dan keangkuhan diri. Disana, manusia itu hanya secuil debu. Disana saya cuma bisa berdiam diri, tertunduk malu.

"Seorang yang mencapai puncak gunung, menjadi saksi atas keindahan semesta, tidak bisa ia tidak berfikir tentang kebesaran Tuhan."



0 komentar:

Posting Komentar

  • Blogroll